Artikel Ilmiah Terapi Komplementer: Reflexology
Judul Artikel: The Effect Of Foot Reflexology On Pain, Comfort, and Beta Endorphin Levels in Patients with Liver Transplantation: A Randomized Control Trial
Penulis: Gürkan Kapıkıranaa , Meral Özkanbb
Afiliasi: aFaculty of Health Sciences, Bingol University, Bingol, Turkey; bSurgical Nursing Department, Nursing Faculty, Inonu University, Malatya, Turkey
Nama Jurnal: European Journal of Integrative Medicine. Volume 45, Nomor 101344, Halaman 1-8, Agustus 2021
H-Index/SJR Indicator: 26/Q2
Latar Belakang
Transplantasi
liver adalah proses pemindahan liver yang diambil dari pendonor hidup atau
mayat yang memiliki darah dan jaringan yang sesuai dengan pasien. Sejalan
dengan perkembangan teknologi transplantasi dan terapi imunosupresif, saat ini tingkat
kelangsungan hidup setelah transplantasi telah meningkat. Dengan demikian,
intervensi bedah tidak lagi menjadi pilihan terakhir, tetapi menjadi pengobatan
umum untuk pasien penyakit liver stadium akhir.
Menurut
data Global Observatory on Donation and Transplantation, sebanyak 90.161
transplantasi liver dilakukan di dunia antara 2017-2019, dan 4.809 di antaranya
dilakukan di Turki. Situasi ini meningkatkan pentingnya peningkatan manajemen
kesehatan pascatransplantasi. Pemberian perawatan bagi para pendonor dan
resipien yang masih hidup sama pentingnya dengan proses transplantasi organ. Dalam
hal ini, perawat mengambil tanggung jawab besar setelah operasi transplantasi
yang kompleks dan berisiko.
Saat
ini, metode farmakologis umumnya digunakan untuk mengontrol nyeri pascaoperasi
karena efeknya yang cepat dan aplikasi yang mudah. Namun, kontrol nyeri yang
efektif tidak selalu dapat dipertahankan dengan analgesik. Oleh karena itu,
penggunaan metode nonfarmakologis juga meningkat. Pijat refleksi, yang merupakan
salah satu metode nonfarmakologis, adalah metode populer noninvasif yang sudah
ada sejak lima ribu tahun lalu dan digunakan dalam pengobatan nyeri dengan
mengaktifkan daerah energi dan penyembuhan alami tubuh sendiri.
Pijat refleksi adalah teknik pijat yang diterapkan pada titik-titik refleks tertentu di tangan, kaki, dan telinga yang sesuai dengan bagian tertentu dari tubuh kita.Titik refleks di kaki lebih disukai dibandingkan titik lainnya karena areanya yang luas. Berkat tekanan dan pijatan yang diterapkan pada titik-titik refleks ini, penyumbatan energi dipecah dan memberikan kelegaan dengan membantu normalisasi fungsi tubuh dengan menciptakan efek refleks pada organ, otot, dan saraf yang sesuai dengan sel-sel tubuh. Oleh karena itu, pijat refleksi efektif dalam mengendalikan rasa sakit dengan merangsang pelepasan berbagai zat kimia dan endorfin.
Ada berbagai penelitian yang meneliti pengaruh pijat refleksi terhadap nyeri dalam literatur. Pijat refleksi kaki berguna untuk mengurangi rasa nyeri pada kasus operasi bypass jantung danusus buntu. Pijat refleksi juga dapat meningkatkan tingkat beta endorfin (𝛽-endorfin), tetapi jumlah penelitian yang menyelidiki tingkat endorfin setelah pijat refleksi terbatas. Di samping itu, belum ada penelitian yang menyelidiki tentang efektivitas pijat refleksi pada transplantasi liver.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pijat refleksi kaki terhadap nyeri, kenyamanan, dan kadar 𝛽-endorfin pasien yang mendapat transplantasi liver dibandingkan perawatan standar.
Jenis Penelitian: Kuantitatif
Desain Penelitian
Desain penelitian ini yaitu uji coba terkontrol acak di klinik transplantasi organ Liver Transplantation Institute (LTI) di Turki antara bulan Desember 2018 hingga Juli 2020. Sekitar 225 transplantasi liver dilakukan di LTI dalam kurun waktu satu tahun.
Jumlah Sampel
Populasi penelitiannya adalah 147 pasien yang menerima transplantasi liver di LTI. Ukuran sampel ditentukan dengan aplikasi G*Power versi 3.1.9.7. Menurut pengukuran power analysis yang dilakukan dengan effect size 0,7, margin of error 0,05, interval kepercayaan 0,95 dan kekuatan 95%, ditemukan bahwa minimal sampel dalam studi adalah 120 pasien (60 kelompok intervensi dan 60 kelompok kontrol).
Protokol penelitian dirancang sesuai dengan pedoman CONSORT (Consolidated Standards of Reporting Trials Statement). Sampel meliputi pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan yang dipilih dari populasi dengan metode improbable sampling. Sebanyak 16 pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan 11 pasien yang tidak setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian dikeluarkan dari penelitian (Gambar 1).
Angka dari 1 hingga 120 dibagi secara acak menjadi dua blok sesuai dengan algoritma yang dibuat oleh program komputer. Blok untuk kelompok intervensi dan kontrol ditentukan dengan metode lotre. Blok pertama ditetapkan sebagai kelompok kontrol sedangkan blok kedua ditetapkan sebagai kelompok intervensi.
Kriteria Inklusi & Eksklusi
Kriteria inklusi adalah (i) Pasien yang menjalani transplantasi liver, (ii) berusia 18 tahun ke atas, (iii) mempunyai kemampuan berkomunikasi secara verbal dan tidak memiliki masalah kognitif, (iv) skala nyeri lebih dari 4, dan (v) bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
Kriteria eksklusi adalah (i) adanya luka terbuka dan selulit di daerah yang akan diaplikasikan pijat, (ii) adanya tromboflebitis, trombosis vena dalam, penyakit inflamasi,, dan (iii) penyakit kejiwaan.
Instrumen Penelitian
Formulir
identitas pasien: Formulir ini disiapkan oleh peneliti, di dalamnya terdapat karakteristik
sosiodemografi dan riwayat medis pasien.
Skala
nyeri numerik (Numeric Pain Scale/NPS): Skala tingkat keparahan nyeri yang
didasarkan pada angka, di mana 0 poin berarti tidak ada rasa nyeri dan 10 poin
berarti rasa nyeritidak tertahankan.
Formulir
entri level beta endorfin: Formulir ini mencatat level beta endorphin setelah dilakukan
analisis laboratorium.
Kuesioner kenyamanan perianestesi (Perianesthesia Comfort Questionnaire:/PCQ): Kuesioner ini memiliki 24 item dalam skala Likert. Separuh item dalam PCQ memiliki pertanyaan yang bersifat negatif (2,3,4,7,8,9,10,12,13,15,17,22) dan separuh lainnya memiliki pertanyaan yang bersifat positif (1,5,6, 11,14,16,18,19,20,21,23,24). Nilai rata-rata ditentukan setelah total skor yang diperoleh dari kuesioner dibagi dengan jumlah item, dan hasilnya ditentukan dalam distribusi 1-6 dalam tipe Likert. Skor total yang rendah pada kuesioner menunjukkan kenyamanan yang buruk, sementara skor total yang tinggi pada kuesioner menunjukkan kenyamanan yang baik. Dalam studi validitas dan reliabilitas kuesioner yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, koefisien alpha Cronbach-nya adalah 0,83. Dalam penelitian ini, koefisien alfa Cronbach adalah 0,89.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti pertama dengan metode wawancara tatap muka antara Oktober 2019 hingga April 2020. Karena pasien pada kelompok intervensi dan kontrol tinggal di unit perawatan intensif selama dua hari setelah operasi, pengambilan data dilakukan setiap hari kerja dan pada hari Minggu dari hari ketiga pascaoperasi. Selama masa studi, tidak ada efek samping yang terjadi pada kedua kelompok studi (intervensi dan kontrol).
Kelompok Intervensi
Peneliti
pertama mendapatkan pelatihan langsung tentang penerapan pijat refleksi sebelum
penelitian dimulai. Peneliti menerapkan pijat refleksi kaki pada pasien
transplantasi liverdi kelompok intervensi dalam satu sesi (30 menit) setelah
operasi. Kerahasiaan pasien dijaga dalam semua prosedur. Lingkungan
dipastikantenang untuk mempertahankan konsentrasi peneliti dan pasien. Suara
televisi dan monitor dikurangi, serta nada dering telepon diubah ke mode
senyap.
Prosedur: Pasien diminta untuk
berbaring dalam posisi telentang dan peneliti mempersiapkan pasien untuk pijat
refleksi dengan menopang kakinya dengan bantal. Setelah menyelesaikan semua
persiapan dan mencuci tangannya, peneliti mengambil beberapa petroleum jelly dan menggosok tangannya agar
hangat sesuai dengan suhu tubuh.
Pre-test adalah periode sebelum
penerapan intervensi refleksologi ini, post-test
segera setelah sesi pijat refleksi selama 30 menit. Tingkat nyeri dan
kenyamanan dinilai dalampre-test.
Kemudian diambil darah vena untuk mengetahui kadar plasma beta endorfin.
Pijat
refleksi kaki pertama kali diterapkan pada kaki kanan, yang efektif pada sistem
saraf simpatis (saraf simpatis sebagian besar dikendalikan oleh hemisfer otak
kanan), selama 15 menit dan kemudian, pada kaki kiri, yang efektif pada sistem
saraf parasimpatis, selama 15 menit. Gerakan pemanasan kaki yang merupakan
langkah awal refleksi kaki dilakukan pada kaki kanan selama 2 menit. Kemudian,
gerakan pemanasan diakhiri dengan memberikan tekanan yang dalam dan tanpa rasa
sakit pada area solar plexus kaki (Gambar 2)selama 1 menit.
Gambar
2. Solar
Plexus Kaki
(Sumber: Asadollahi et al., 2019)
Kemudian,
pijat refleksi dilakukan pada daerah representasi otak pada ibu jari, hipotalamus, kelenjar pituitari/hipofisis, liver, tiroid, usus besar dan kecil,
lutut, pinggul, siku dan bahu, serta sistem limfatik (Gambar 3). Kemudian
dilakukan gerakan relaksasi dan diakhiri dengan tekanan pada solar plexus.
Proses pemijatannya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Area Pijat Refleksi Kaki
(Sumber: Dehghanmehr
et al., 2020)
Gambar 4. Aplikasi Pijat Refleksi
Proses yang sama dilakukan pada kaki kiri dan aplikasi pijat refleksi selesai dalam waktu 15 menit. Darah vena diambil kembali untuk menilai kadar beta endorfin dan pasien diminta untuk kembali mengisi kuesioner nyeri dan kenyamanan.
Kelompok Kontrol
Reponden pada kelompok kontrol mengikuti pre-test dengan mengisi formulir identitas pasien, kuesioner NPS, dan PCQ. Setelah selesai, responden diambil darah venanya untuk mengetahui kadar plasma beta endorfin. Tidak ada intervensi selain protokol klinis yang diterapkan pada kelompok kontrol. Setelah setelah 30 menit, responden diambil lagi darah venanya untuk menentukan kadar beta endorfin, serta mengisi kuesioner NPS dan PCQ pada post-test.
Analisis Laboratorium
Darah
vena diambil dari responden pada menit ke-0 dan ke-30 untuk mengukur kadar beta
endorfin. Sebanyak 5 mL sampel darah vena yang diambil dari setiap pasien
dengan spuit disposable steril 10 cc
dituangkan ke dalam tabung pengumpul darah (BD Hemogard) warna emas yang
tertutup (Gambar 5).
Gambar 5. Tabung BD Hemogard Emas
Sampel
darah disimpan dalam posisi tegak pada suhu kamar selama 15-20 menit, kemudian
disentrifugasi pada +4 ° C, 2000-3000 rpm selama 20 menit. Setelah
disentrifugasi, serum yang dipisahkan diambil dari tabung dan disimpan dalam
tabung penyimpan hasil sentrifugai (Eppendorf) pada suhu -80 ° C (Gambar 6).
Gambar 6. Tabung Eppendorf
Setelah itu, serum dicairkan dan dipelajari sesuai dengan sisipan paket kit (Katalog No: YL191012375, YL191012376, YL191012377) untuk menentukan kadar beta endorphin. Analisis laboratorium dilakukan oleh para ahli di Laboratorium Departemen Mikrobiologi sebuah universitas.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan program analisis Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 24.0 dan tingkat signifikansi statistik p<0,05. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Persentase, rata-rata, dan uji standar deviasi digunakan dalam analisis data demografi. Uji t sampel independen, uji t berpasangan, dan uji chi-kuadrat digunakan untuk membandingkan data nominal. Perhitungan A Cohen's d digunakan untuk mengukur perbedaan efek kelompok. Cohen menjelaskan bahwa ukuran efek dari efek kecil adalah 0,2, efek sedang adalah 0,5, dan ukuran efek besar adalah 0,8.
Pertimbangan Etik
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Studi Klinis Malatya (Tanggal: 26/12/2018, Keputusan No: 2018/183). Pendaftaran dan nomor uji klinis: NCT04828356. Semua peserta secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Tujuan penelitian dijelaskan oleh para peneliti, dan informed consent diperoleh dari mereka yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian; peneliti telah berkomitmen bahwa semua informasi mereka akan dijaga kerahasiaannya, bahwa data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian, dan bahwa mereka dapat mengundurkan diri dari penelitian setiap saat. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki.
Hasil Penelitian
Karakteristik
partisipan: Tabel
1 menunjukkan distribusi peserta yang menerima transplantasi liverberdasarkan
karakteristik sosiodemografi. Rerata usia pasien pada kelompok intervensi
adalah 47,96 ± 11,36 dan rerata usia pasien pada kelompok kontrol adalah 51,26
± 13,90. Pasien pada kelompok intervensi menunjukkan pemerataan dalam hal jenis
kelamin, dan dari jumlah tersebut, 75% sudah menikah, 33,3% lulusan
universitas, 28,3% pekerja kantoran dan 48,3% memiliki pendapatan yang sama
dengan pengeluarannya. Dari pasien dalam kelompok kontrol, 53,3% adalah
perempuan, 86,7% menikah, 25% lulusan SMA, 21,7% pensiun dan 53,3% memiliki
pendapatan lebih rendah dari pengeluaran mereka (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi dan Medis Pasien
Karakateristik
medis partisipan:Tabel
1 menunjukkan distribusi pasien dalam hal karakteristik medis. Dari pasien
dalam kelompok intervensi, 25%-nya didiagnosis 3-5 bulan sebelumnya, 41,7%
dirawat di rumah sakit selama 1-7 hari, 83,3% menerima transplantasi dari donor
hidup, 21,7% memiliki hepatitis C sebagai etiologi transplantasi, dan 76,7 %
memiliki kondisi kronis. Dari pasien dalam kelompok kontrol, 31,7% didiagnosis
dalam 12 bulan atau lebih, 30% dirawat di rumah sakit selama 8-14 hari, 85%
menerima transplantasi dari donor hidup, 18,3% memiliki Hepatitis B dan
Hepatitis C sebagai etiologi transplantasi. , dan 73,3% memiliki kondisi kronis
(Tabel 1).
Rata-rata skor
skala nyeri, kenyamanan, dan kadar beta endorfin:Tabel 2
menunjukkan perbandingan tingkat nyeri, kenyamanan, dan beta endorphin kelompok
intervensi dan kontrol pada menit ke-0 (pre-test)
dan menit ke-30 (post-test).
Ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat nyeri pre-test (Cohen d =
0,58, interval kepercayaan 95% (CI): 0,1364 hingga 0,5968) dari pasien dalam
kelompok intervensi dan kontrol (p<0,05). Ada perbedaan yang signifikan
secara statistik antara tingkat nyeri post-test
(Cohen's d = 1,95,% 95 CI: 2,7261 hingga 1,8738) dari pasien dalam kelompok
intervensi dan kontrol (p<0,05).
Ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat kenyamanan pre-test(Cohen's
d = 0,83,% 95 CI: 15,7056 hingga 6,0610) dari pasien dalam kelompok intervensi
dan kontrol (p<0,05). Ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara
tingkat kenyamanan post-test (Cohen's
d = 0,76, %95 CI: 4,6033 hingga 12,7966) pasien pada kelompok intervensi dan
kontrol (p<0,05) (Tabel 2).
Tabel 2. Perbandingan Rerata Skor Nyeri, Kenyamanan, dan Kadar Beta Endorfin Pasien
Tidak
ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kadar beta endorfinpre-test
(Cohen's d = 0.25, % 95 CI: 0.2832 sampai 0.5947) dari pasien pada kelompok
intervensi dan kontrol (p>0,05). Ada perbedaan yang signifikan secara
statistik antara tingkat beta endorfin post-test
(Cohen's d = 0,59,% 95 CI: 0,1956-0,7796) dari pasien dalam kelompok intervensi
dan kontrol (p <0,05).
Menurut
perbandingan antarkelompok pada Tabel 2, ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat nyeri rata-rata pasien pada kelompok intervensi sebelum (4,72 ± 0,72) dan setelah (2,02 ± 1,36)
refleksologi (p<0,05). Tidak ada
perbedaan signifikan yang ditemukan antara tingkat nyeri yang diukur pada 0
(4,35 ± 0,54) dan 30 menit (4,32 ± 0,96) pasien pada kelompok kontrol (p>0,05).
Ada
perbedaan yang signifikan secara
statistik antara skor rata-rata tingkat
beta endorfin pasien pada kelompok
intervensi sebelum (0,52 ± 0,48) dan setelah (1,31 ± 0,97) pijat refleksi
(p<0,05). Kadar beta endorfin pasien kelompok
kontrol pada menit ke-0 adalah 0,64 ± 0,46 dan pada menit ke-30 adalah 0,83
± 0,60. Meskipun peningkatannya relatif lebih kecil daripada kelompok intervensi,
perbedaan antara kadar beta endorfin pada menit ke-0 dan 30 secara statistik signifikan (p<0,05).
Tingkat
kenyamanan pasien pada kelompok intervensi
sebelum pijat refleksi adalah 102,25 ± 12,19 dan setelah pijat refleksi 133,13
± 6,74. Perbedaan antara skor rata-rata
tingkat kenyamanan sebelum dan sesudah pijat refleksi adalah signifikan secara statistik (p<0,05).
Tingkat kenyamanan pasien kelompok
kontrol pada menit ke-0 adalah 113,33 ± 14,40 dan pada menit ke-30 adalah
124,43 ± 14,53. Meskipun peningkatannya relatif lebih kecil daripada kelompok
intervensi, perbedaan antara tingkat kenyamanan sebelum dan sesudah tes ini signifikan secara statistik (p
<0,05) (Tabel 2).
Aplikasi
analgesik untuk pereda nyeri: Protokol analgesik yang dilakukan
setelah operasi untuk manajemen nyeri disajikan pada Tabel 3. Tidak ada perbedaan signifikan yang
ditemukan antara kelompok intervensi dan
kontrol dalam hal penggunaan analgesik, jenis analgesik yang digunakan, dan
waktu penggunaan analgesik (p > 0,05). Dari pasien dalam kelompok
intervensi, 65% menggunakan analgesik, dan 82,1% dari mereka menggunakan
analgesik antiinflamasi nonsteroid, dan 53,8% diberikan analgesik selama
refleksologi. Dari pasien dalam kelompok kontrol, 50% menggunakan analgesik,
dan 83,3% dari mereka menggunakan analgesik antiinflamasi nonsteroid dan 56,7%
diberikan analgesik selama pijat refleksi (Tabel 3).
Tabel
3. Aplikasi
Analgesik Pascaoperasi
Pembahasan
Penelitian
ini mengkaji pengaruh pijat refleksi kaki terhadap nyeri, kenyamanan, dan kadar
beta endorfin pasien yang menerima transplantasi liver. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien dalam kelompok intervensi
dan kontrol dalam hal karakteristik sosiodemografi (p>0,05). Menurut
hasil yang diperoleh, kedua kelompok serupa dalam hal karakteristik
sosiodemografi dan karakteristik medis (Tabel 1).
Studi
ini menemukan bahwa tingkat nyeri pasien
yang menerima pijat refleksi kaki menurun secara signifikan setelah pijat
refleksi (p<0,05) (Tabel 2). Dalam literatur, tidak ada penelitian yang
meneliti efek pijat refleksi kaki pada tingkat nyeri setelah transplantasi liver.
Namun, ada penelitian yang menunjukkan bahwa aplikasi pijat refleksi pada
kelompok pasien yang berbeda menurunkan tingkat nyeri. Sebagai contoh, Khorsand
dkk. meneliti efek pijat refleksi kaki pada konsumsi analgesik dan kontrol
nyeri setelah operasi usus buntu dan
menemukan bahwa keparahan nyeri menurun pada kelompok intervensi. Dalam studi
oleh Babajani et al. dan Shermeh dkk. dilakukan dengan pasien operasi bypass
jantung, terungkap bahwa pijat refleksi kaki secara signifikan
mengurangi rasa sakit. Taman dkk. menemukan bahwa pijat refleksi kaki yang
diterapkan setelah mastektomi
menurunkan skor nyeri. Dalam studi lain yang relevan oleh Tsay et al.,
ditemukan bahwa pijat refleksi kaki menurunkan tingkat nyeri pasien yang
menderita kanker sistem pencernaan
dan menjalani operasi. Ozturk dkk. menetapkan bahwa pijat refleksi kaki yang
diterapkan pada pasien setelah operasi histerektomi
perut menurunkan tingkat nyeri.
Penjelasan: Efek analgesik
yang diinduksi oleh pijat refleksi berkembang karena stimulasi mekanis pada
kulit, jaringan subkutan, dan otot mencegah impuls nyeri, meningkatkan sekresi
endorfin, dan mengaktifkan mekanisme penghambatan tingkat tinggi. Tekanan dan
pijatan yang diterapkan pada titik-titik refleks melalui aplikasi refleksologi
memungkinkan pemecahan penyumbatan energi dan menyebarkan aliran energi ini ke
masing-masing organ secara seimbang. Selain itu, dilaporkan bahwa pelepasan
endorfin bersama dengan pelepasan banyak bahan kimia memiliki efek pada kontrol
nyeri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki yang diterapkan
setelah transplantasi liver menurunkan rasa sakit. Hasil penelitian ini mirip
dengan hasil penelitian lain yang relevan dalam literatur.
Studi ini menemukan bahwa tingkat kenyamanan pasien yang menerima pijat refleksi kaki meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (p<0,05) (Tabel 2). Belum ada penelitian yang mengevaluasi efek pijat refleksi kaki yang diterapkan pada pasien penerima transplantasi liver pada tingkat kenyamanan dalam literatur. Namun, hanya satu studi dalam literatur yang menemukan bahwa pijat punggung meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dengan transplantasi liver. Dalam studi relevan yang dilakukan dengan berbagai kelompok pasien kecuali untuk transplantasi liver, ditemukan bahwa aplikasi pijat pada tangan, kaki, lengan, dan tungkai meningkatkan tingkat kenyamanan. Dengan demikian, Kolcaba melaporkan dalam teori comfort-nyabahwa intervensi relaksasi (pijat, terapi musik, mimpi, dan lain-lain) efektif dalam meningkatkan kenyamanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki efektif dalam meningkatkan tingkat kenyamanan pasien yang menerima transplantasi liver (Tabel 2). Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang relevan dalam literatur.
Studi
ini menemukan bahwa kadar beta endorfin pasien yang menerima pijat
refleksi kaki meningkat secara signifikan (p<0,05) (Tabel 2). Meskipun
peningkatan kadar beta endorfin pasien pada kelompok kontrol relatif lebih
rendah daripada kelompok intervensi, peningkatan ini signifikan secara
statistik (p<0,05). Penjelasan: Peningkatan
kadar beta endorfin pasien pada kelompok kontrol (yang tidak dilakukan
intervensi) diperkirakan diinduksi oleh pengobatan analgesik yang diterapkan
sesuai dengan protokol klinis (Tabel 2). Hanya ada satu penelitian yang
mengukur efek aplikasi pijat refleksi kaki pada tingkat beta endorfin dalam
literatur. McCullough dkk. menemukan bahwa pijat refleksi kaki yang diterapkan
pada ibu hamil selama 6 minggutidak
berpengaruh signifikan terhadap kadar beta endorfin. Berbagai penelitian yang
dilakukan dengan kelompok pasien yang berbeda menentukan bahwa pijat punggung
dan pijat jaringan ikat juga meningkatkan tingkat beta endorfin.
Menurut teori endorfin, rangsangan kulit seperti TENS, pijat refleksi, sentuhan dan aplikasi seperti terapi musik dan humor, dan sebagainya dapat meningkatkan pelepasan beta endorfin, salah satu neurotransmiter endogen, yang merupakan penghilang rasa sakit alami yang diproduksi oleh tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki efektif dalam meningkatkan kadar beta endorfin pasien yang menerima transplantasi liver (Tabel 2).
Penelitian ini merupakan uji coba terkontrol acak pertama yang menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki menurunkan rasa nyeri lebih efektif daripada perawatan rutin, dan dapat meningkatkan beta endorfin dan tingkat kenyamanan pada pasien yang menjalani transplantasi liver. Perawat dapat mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kenyamanan pasien dengan metode nonfarmakologis. Pijat refleksi kaki, salah satu metode nonfarmakologis ini bersifat noninvasif, mudah diterapkan, aman, dan dapat dilakukan dengan biaya rendah.
Limitasi
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kelompok pasien dalam penelitian ini terbatas pada pasien yang dirawat di rumah sakit untuk transplantasiliver. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di satu pusat ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua pasien transplantasi liver. Namun, dapat digunakan untuk membandingkan dengan hasil penelitian lain. Kedua,penerapan pijat refleksi kaki dilakukan hanya dalam satu sesi 30 menit, tetapi ini juga dapat menjadi keuntungan.
Simpulan
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kombinasi pijat refleksi kaki dan pemberian analgesik lebih efektif menurunkan tingkat nyeri pada pasien pascatransplantasi liver dibandingkan dengan prosedur perawatan biasa (analgesik saja). Pijat refleksi juga dapat meningkatkan beta endorfin dan tingkat kenyamanan. Sesuai dengan hasil tersebut, dapat direkomendasikan bahwa mengingat semakin banyaknya perawat yang memberikan perawatan kepada pasien pasca operasi transplantasi liver, hendaknya memiliki pengetahuan tentang pijat refleksi kaki. Pada masa pemulihan pascaoperasi yang sangat sensitif, perawat dapat menerapkan metode nonfarmakologis seperti pijat refleksi kaki. Studi lebih lanjut yang meneliti efek pijat refleksi kaki pada kelompok pasien lain dan mengevaluasi efektivitas aplikasi pijat refleksi kaki berulang pada periode pascaoperasi jangka panjang juga perlu dilakukan.
Implikasi Keperawatan
Perawat dapat menerapkan terapi
komplementer manipulative-based therapy pijat
refleksi kaki pada pasien pasca transplantasi liver untuk menurunkan tingkat
nyeri serta meningkatkan kadar endorfin dan tingkat kenyamanan. Sebelum
menerapkan terapi pijat refleksi ini, perawat perlu membekali diri dengan
membaca literatur berbasis systematic
review terbaru yang mengkaji artikel-artikel RCT sehingga bukti ilmiah yang
didapat semakin kuat dan pada akhirnya berkontribusi pada pelayanan dan
keselamatan pasien. Perawat yang ingin mendalami terapi pijat refleksi
sebaiknya mengikuti pelatihan atau sertifikasi secara khusus agar keterampilan
yang dimiliki terstandar dan diakui. Menurut penelitian ini, berikut
langkah-langkah untuk menerapkan pijat refleksi kakinya:
1. Pasien
diminta untuk berbaring dalam posisi telentang dan kedua kakinya ditopang dengan bantal.
2. Perawat
mencuci tangan, mengambil petroleum jelly,
dan menggosok kedua tangannya agar hangat sesuai dengan suhu tubuh pasien.
Tujuannya agar pasien merasa nyaman dan pembuluh darah dapat melebar sehingga
sirkulasi darah berjalan lancar.
Pijat refleksi pertama dilakukan pada kaki kanan karena area tersebut efektif terhadap penekanan saraf simpatis. Pijat dilakukan selama 30 menit, masing-masing kaki 15 menit. Gerakan pemanasan kaki dilakukan selaam 2 menit, setelah nya diberikan tekanan yang dalam dan tanpa rasa sakit pada area solar plexus kaki selama 1 menit. Lalu, kaki diterapkan pijat refleksi pada daerah representasi otak (epifisis ibu jari), hipotalamus, kelenjar hipofisis, liver, tiroid, usus besar dan kecil, lutut, pinggul, siku dan bahu, serta sistem limfatik. Kemudian dilakukan gerakan relaksasi dan diakhiri dengan tekanan pada solar plexus kaki. Begitu pula pada kaki bagian kiri.
Referensi Tambahan
Asadollahi, F., Babazdadeh, R., Abdi, H. and Esmaeli, H., 2019. The Effect of Foot Solar Plexus Reflexology on the Severity of Nausea and Vomiting in the First Half of Pregnancy-A Randomized Control Trial. Biomedical Journal of Scientific & Technical Research, 17(1), pp.12535-12541.
Dehghanmehr, S., Sargazi, G.H., Biabani, A., Nooraein, S. and Allahyari, J., 2020. Comparing the effect of acupressure and foot reflexology on anxiety and depression in hemodialysis patients: A clinical trial. Medical-Surgical Nursing Journal, 8(4), p.e100386.
Comments
Post a Comment